ASSALAMU ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH

Rabu, 19 Januari 2011

AKAL DAN BUDI

Akal & Budi

Oleh Abdul Qodir Jaelani

Akal adalah anugerah Allah yang Maha Esa untuk manusia. Dengan akal, Allah memerintahkan kita umat manusia untuk sentiasa memikirkan segala sesuatu kejadian dan mengambil pengajaran daripadanya. Dengan akal kita membina tamadun.

Budi dan adab adalah saling berkaitan. Melalui pendidikan yang sempurna, budi dan adab sesorang dikembangkan. Budi dan adab itu umpama bunga-bunga yang menghiaskan pohon.

Akal tanpa budi adalah pincang. Jika kita gagal mengasah akal dengan baik, kita masih boleh meneruskan kehidupan dengan sakibaki akal yang ada.. tetapi, jika kita gagal mendidik budi dan adab, kita akan menjerumuskan diri kepada kebinasaan.

Akal dan budi itu perlu dibimbing dan dikembangkan dalam diri untuk membolehkan kita tumbuh menjadi insan yang ta'abudi.

Apabila nafsu menguasai akal.. akal akan dijadikan hamba kepada nafsu bagi memenuhkan segala kemauan nafsu itu.

Allah menyediakan bimbingan langsung kepada akal melalui al Quran dan sunah RasulNya SAW.. dengan bimbingan illahiyah ini akal menentukan baik buruk sesuatu dan membenteng dirinya dari menjadi hamba belasahan nafsu.. sebaliknya dengan ada bimbingan illahiyah ini, akan berkembang dengan lebih cemerlang.. dan mengendali nafsu supaya hidup menjadi lebih beradab dan terarah.

Kita langsung melompat pada zaman akhir-akhir ini di mana muncul pula para pemikir semacam Muhammad Abduh. Orang ini berkata: “Telah sepakat pemeluk agama Islam –kecuali sedikit yang tidak terpandang– bahwa jika bertentangan antara akal dan dalil naqli maka yang diambil adalah apa yang ditunjukkan oleh akal.” (Al-Islam wan Nashraniyyah hal. 59 dinukil dari Al-‘Aqlaniyyun hal. 61-62)
Ia kesankan pendapatnya adalah pendapat jumhur (mayoritas) umat, sedangkan pendapat lain (yang justru mencocoki kebenaran) merupakan pendapat minoritas yang tidak perlu ditoleh. Yang benar adalah sebaliknya. Justru pendapat seluruh Ahlus Sunnah dari dulu sampai saat ini dan yang akan datang, bahwa akal itu harus mengikuti dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Sedang mereka (orang-orang Mu’tazilah dan pengikutnya) adalah golongan minoritas yang tidak perlu dilihat orangnya dan pendapatnya.
Tokoh berikutnya adalah Muhammad Al-Ghazali yang mengatakan: “Ketahuilah bahwa sesuatu yang telah dihukumi oleh akal sebagai sebuah kebathilan, maka mustahil untuk menjadi (bagian) agama. Agama yang haq adalah kemanusiaan yang benar dan kemanusiaan yang benar adalah akal yang tepat (sesuai) dengan hakikat, yang bercahaya dengan ilmu, yang merasa sempit dengan khurafat dan yang lari dari khayalan…” dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 64)

Tidak ada komentar: